Jumat, 16 November 2012

CINTA KIDUNG PUJANGGA



Tetes hujan yang melambai di kaca jendela ia mencari alamat sungai.
Aku mencari alamat hatimu.
Kutemukan telaga, sebuah genangan sunyi,
tanpa ombak tanpa nyanyi,
lalu kutenggelam dalam bening puisi.
Itulah yang istimewa tentang dirimu,
ketika segayung hujan membasuh telapak tanganmu,
aku terhanyut di situ, lautan teduh dekapanmu.
Maka aku menyamar hujan, memelukmu deras,
mencium parasmu dengan kecup rintik yang tak pernah tuntas.

Di telapak tanganmu aku mengembara tanpa berhenti,
menyusuri garis garis sungai keberuntunganku.
Setiap garis adalah makna.
Membawaku pada muara bernama cinta.
Aku di situ melukis sawahsawah yang menguning dengan jejak hidupku. Rerumputan, ilalang, kenangan, dan bunga-bunga rindu.
Airmata dan semesta. Hujan dan doa.
Membentangkan tenda cahaya tempat kita menghabiskan waktu dan bara. Setiap bintang adalah karunia.
Setiap titik waktu yang aku petik untukmu.

Aku ingin menulis seperti sebaris embun
yang kauselipkan pada seliris kuntum di bibirmu.
Cukup manis walau hanya sebait senyum.
Kutahu, puisi tak selalu tercipta dari kata.
Tetapi hanya dengan kata kumampu menceritakan puisi ini padamu.

0 komentar:

Posting Komentar